Catatan Guru, Ide dan Campur-campur

Mengapa Saya (Enggan) Mengajar TK? [2]

IMG20180809075615

Saya sampai beberapa waktu lalu masih enggan menerima permintaan Pengurus Yayasan yang kebetulan adalah Pakde saya sendiri. Ditambah suami yang dari raut mukanya saja sudah kelihatan tidak begitu setuju jika saya mengajar di TK, entah apa alasan ketidaksetujuannya. Namun Pakde dan beberapa pengurus masih meminta dan berharap saya memenuhi permintaan mereka. Bahkan setelah saya sampaikan alasan keberatan saya, yaitu ijazah saya yang tidak berlatar PGTK atau PG-AUD, dan juga kevakuman saya mengajar selama tujuh tahun yang membuat saya seperti kembali mengulang dari awal jika benar-benar saya kembali mengajar, mereka tetap berharap. Maka setelah berbagai pertimbangan, saya dengan persetujuan suami menerima permintaan mereka.

Saya pun mulai mengajar TK per-16 Juli 2018. Saya kembali bekerja di ranah formal setelah hampir 8 tahun “di rumah saja.” Yang saya lakukan pertama kali adalah belajar. Nampaknya, belajar ini juga bukan hanya yang pertama, tapi akan selamanya menjadi tugas dan kewajiban saya jika nantinya saya akan terus mengajar.

Yang saya perlajari adalah Pedoman Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini. Saya merasa perlu mengetahui dan memahami kurikulum PAUD (TK di dalamnya) agar saya tahu ke mana arah pendidikan anak usia dini (TK khususnya) berjalan. Ini merupakan peta perjalanan yang harus saya kuasai, minimal saya pahami. Mengenal Kurikulum Nasional secara serius seperti ini adalah pengalaman pertama saya, karena meski dulu saya mengajar TK, dulu kami tidak mengikuti Kurikulum Nasional. Dulu kami membuat sendiri kurikulum pendidikan kami sesuai pengetahuan dan pengalaman kami. Karenanya, alat ukur keberhasilannya pun sangat subjektif pada kami.

IMG-20180805-WA0025

Dengan mempelajari ini dan kemudian terjun langsung mengajar TK formal, saya bisa merasakan apa yang selama ini diperdebatkan, didiskusikan, dibahas, bahkan dikritik di forum-forum kependidikan yang saya ikuti. Saya pun bisa merasakan betapa guru saat ini harus bekerja seprofesional mungkin karena ada aturan dan evaluasi baku yang semua bersumber pada Kurikulum Nasional.

Apalagi saat ini TK kami sedang masa-masa akreditasi. Saya yang baru mulai mengajar sudah dihadapkan dengan berbagai berkas akreditasi, merasa masuk ke hutan belantara. Banyak sekali hal-hal yang tidak saya ketahui tapi saya harus terus berjalan. Tidak banyak petunjuk yang saya dapati, tapi saya tidak boleh berhenti. Mengapa? Karena teman-teman guru mengajar di TK ini juga belum banyak mengetahui dan memahami K-13 PAUD dan urusan akreditasi serta berkas-berkasnya beberapa waktu lalu diserahkan pada pihak lain. Ini pula alasan Pengurus Yayasan ngotot  agar saya masuk di TK, supaya semau urusan TK kami dikelolah oleh kami sendiri. Di sinilah letak beban tanggung jawab berat saya.

Yang saya pelajari kemudian adalah RPPH. Sejak mempunyai usaha fotocopy, sebenarnya saya tidak asing dengan RPPH (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian). Saya sendiri sudah mempunyai copy-an RPPH kelompok bermain yang saya niatkan untuk menjadi acuan pembelajarna Fawwaz karena dia belum mau sekolah PAUD formal. Saya mempelajari pola-pola RPPH yang dikembangkan dari K-13 berupa tema-tema pembelajaran. Tema-tema tersebut kemudian diturunkan pada rancangan kegiatan yang harus mencakup keseluruhan aspek perkembangan.

Pada praktiknya, saya mendapati tidak semua guru partner saya yang lalu-lalu mempraktikkan atau mengerjakan RPPH ini. Saya mempunyai kesimpulan awal (semoga saya salah), guru-guru masih banyak berkutat di ranah kognitif dan memberikan porsi yang sangat sedikit pada aspek lain. Garapan sentra Seni, Balok, Bahan Alam dan Cair, sangat jarang disentuh. Padahal di RPPH sangat jelas dituliskan pembagian sentra-sentra tersebut, bahkan sampai detil kegiatannya.

Kembali saya menemukan tantangan di sini. Saya selama dua minggu mengajar, mencoba untuk “taat” pada RPPH dan merancang sendiri persiapan pembelajarannya. Ketika Sentra Bahan Alam misalnya, saya menyiapkan sendiri arang untuk melukis. Jujur saja, adanya RPPH ini sangat membantu saya, terutama untuk pengalaman saya yang maish pemula, meski mungkin nantinya saya harus mempunyai ide-ide lain yang lebih memungkinkan untuk dikembangkan di TK.

Selain RPPH, saya juga mempelajari perangkat-perangkat pembelajaran lainnya, seperti PROSEM, RPPM, dan juga media evaluasi pembelajaran. saya bahkan mengcopy semua perangkat tersebut untuk saya pelajari dengan lebih nyaman.

Yang juga saya lakukan adalah bergabung di grup PAUD Nasional. Entah grup ini siapa yang menginisiasi, yang pasti, ide kreativitas teman-teman pendidik dari seluruh nusantara banyak membantu saya yang tinggal di daerah.

Saya juga mulai rajin ikut workshop dan pelatihan terkait pembelajaran dan pendidikan anak usia dini. Mungkin terkesan berlebihan, tapi saya yang memang senang sekali belajar merasa tidak keberatan jika harus belajar lagi hal-hal baru tentang pendidikan anak usia dini. Saya bahkan sudha berencana membuat workshop metode Montessori bukan Oktober mendatang di Lamongan agar ada ide-ide baru yang bisa saya kembangkan untuk anak saya khususnya, dan anak-anak TK pada umumnya.

Tak kalah penting dan menarik untuk dilakukan adalah belajar pada sesama pendidik PAUD-TK dari sekolah lain. Untuk ini, saya tidak kesulitan karena sebelumnya saya telah kenal baik dengan beberapa guru di sekitar daerah ini. Saya sangat beruntung karena bisa mengenal mereka dan bisa menimba ilmu dan pengalaman dari mereka, apalagi mereka sangat terbuka. Saya bahkan dipersilahkan untuk datang ke sekolah mereka untuk belajar sendiri teknik pembelajaran dan administrasi mereka.

Beberapa hal yang menjadi pemikiran saya saat ini adalah membuat program yang bisa melibatkan orang tua dalam pendidikan anak. Saya mempunyai angan-angan bisa mengadakan temu rutin sebulan sekali dengan para orang tua dan melibatkan mereka dalam program-program di TK serta membuat lesson plan bersama mereka. Di acara penyusunan lesson plan itu akan diselipi kelas parenting rutin untuk ibu-ibu wali murid untuk berbagi pengalaman dalam pengasuhan kepada mereka. Bukan berarti saya lebih mampu atau lebih pintar dalam ilmu parenting, tapi dari sharing parenting ini saya berharap ada kesamaan pandangan dalam pengasuhan antara kami para guru dan wali murid.

Mudah-mudahan angan-angan itu segera terlaksana.

Leave a comment