Tumbuh Kembang

[Tumbuh Kembang] Proses Membaca

Farras (4,5 yo) akhirnya bisa membaca. Alhamdulillah. Dulu saat masih belum tercerahkan, saya tergila-gila dengan kemampuan anak yang berkembang sedini mungkin. Saya tertarik mengetahui ada anak yang bisa baca sebelum dua tahun. Atau ada anak yang hafal Al-Quran pada umur tiga tahun. Atau ada anak berkemampuan menulis dengan bagus dan sudah menulis buku di usia 4 tahun. Dan lain-lain.

Untungnya saya segera tersadarkan, bahwa mendidik anak tidak melulu baca-tulis-hitung. Bahwa mendidik dan membesarkan anak bukanlah soal anak bisa apa, anak mampu apa, atau anak juara apa. Khusus untuk baca-tulis-hitung, saya bersyukur telah disegerakan tercerahkan bahwa mengajari anak calistung terlalu dini (dengan paksaan dan target) bisa berbahaya bagi kejiwaan anak. Saya yang dulu sempat membelikan flash card untuk belajar baca Farras di usia bayi kemudian menjadikan kartu-kartu itu sekedar mainan. Tidak ada lagi target apalagi memaksanya membaca kartu-kartu tersebut. 

Biarkan anak berkembang sesuai dengan kemampuannya. Dan tiap anak mempunyai masanya masing-masing. Itu pelajaran yang saya dapat. Bahkan belakangan saya menemukan sebuah buku yang menjelaskan bagaimana anak membaca, menulis, berhitung, dan menyelidiki dunia tanpa diajarkan (semoga bisa selesai membaca dan membuat reviewnya). 

Setelah kesadaran itu saya tidak lagi terobsesi pada kemampuan dan proses tumbuh kembang anak. Saya ikuti saja perkembangannya. Bahkan sampai usia dua tahun Farras baru mengucapkan beberapa kata saja, termasuk baru bisa mengucapkan “ibu” di usia ini. Tidak apa-apa. Ikuti saja, begitu bisikan hati saya menenangkan pikiran kekhawatiran saya. 

Yang saya lakukan saat itu adalah menciptakan atmosfir cinta buku, mulai dari menyediakan rak-rak buku di ruang tamu, membacakannya buku, memberikannya pemandangan bahwa membaca itu asyik, mengajaknya ke toko buku dan memberinya kesan bahwa membeli buku itu lebih menarik daripada membeli mainan atau jajan. 

Kemudian saya menyediakan puzzle huruf. Saya biarkan dia bermain tanpa memberi tahu huruf-huruf tersebut karena saya percaya naluri penasaran dan rasa ingin tahu pasti dimiliki anak, dan rasa itu tinggi sekali. Saya ingat joke di buku Anak juga Manusia dan sayangnya itu banyak terjadi di sekolah-sekolah kita, “anak-anak masuk ke sekolah itu dengan tanda tanya dan keluar dengan tanda titik.”

Kembali ke Farras. Nyatanya memang seperti itu. Farras dan sekarang sedang diikuti adiknya (Fawwaz 2yo) selalu bertanya, bertany huruf, bertanya gambar, bertanya orang yang ditemui, bertanya benda yang dilihat, dan bertanya apa saja. “Itu apa? Iku opo? Ini apa? Iki opo?” Dari proses tanya itulah Farras yang akrab dengan buku jadi terbiasa dengan huruf dan bisa mengetahui semua huruf besar dan kecil sekitar usia tiga tahun. Prosesnya alami, tidak ada paksaan, tidak ada target. 

Karena sudah mengenal huruf dan seringnya dibacakan buku, dia pun kembali melanjutkan rasa ingin tahunya. “Ini bacanya apa?” Maka sebulan setelah masuk sekolah, sekitar bulan September saya mulai intens mengajarinya membaca memakai buku Pak As’ad Humam, pengarang buku dan pencetus metode Iqro.

Sama seperti metide Iqro, cara baca di buku-buku ini juga tanpa mengeja. Anak-anak diminta langsung membaca setelah diberi contoh satu atau dua kali suku kata paling atas. 

Untuk Farras, dua jilid buku diselesaikannya dalam waktu 3 bulan karena ada beberapa halaman yang harus diulang-ulang. Tapi untuk bisa membaca, dua jilid buku ini sudah cukup. Karena itu saya tidak meminta Farras meneruskan bacaan buku jilid 3. Meski demikian, diam-diam saya mendengar dia membaca buku 3 yang memuat kata-kata sulit seperti taxi, qatar, dll.

Mungkin tugas mengajari Farras membaca sudah usai, namun bukan berarti PR saya juga selesai. Tugas besar kini sudah menanti. Memberikan teladan dalam membaca buku adalah PR terbesarnya. Akan sangat lucu kalau anak suka membaca namun orang tuanya pemalas. Selanjutnya adalah terus menanamkan kesan kepadanya bahwa membaca bukan sekedar untuk bisa menjawab soal-soal ujian karena dunia terlalu sempit kalau hanya dibuat mikir ujian-ujian sekolah. Dan yang pling penting adalah menjaga rasa ingin tahu yang dimiliki anak dengan baik. Jangan sampai, mudah-mudahan, saya mematikan rasa ingin tahunya karena itu adalah kunci ilmu. Semoga!

#ODOPfor99days

#ODOP2017

#day4

Leave a comment