Motherhood, Tumbuh Kembang

Mengantisipasi Sibling Rivarly

WhatsApp Image 2019-09-23 at 17.03.20

Setiap orang tua pasti menginginkan anak-anaknya hidup rukun sampai kapanpun. Namun dalam kenyataannya, pertengkaran antar saudara pasti kerap kali terjadi dan tidak bisa dihindari dengan sebab yang beragam.

Pertengkaran di antara saudara merupakan hal yang wajar bila itu terjadi sesekali dan permasalahan antar mereka selesai tanpa ada yang mengganjal di hati mereka. Bertengkar, diselesaikan, dan saling bermaafan. Begitulah sederhananya. Namun pertengkaran yang tidak diselesaikan dan masih meniggalkan jejak luka di hati akan menjadi “penyakit”  yang mengendap dan bila terjadi secara berulang dengan penanganan yang dirasa tidak adil, akan menjadi tumpukan dendam yang sewaktu-waktu bisa meledak.

Nah, untuk menghindari bertumpuknya dendam tersebut, persaingan antar saudara atau yang lebih sering dikenal dengan sibling rivalry ada beberapa hal yang kami lakukan.

Pertama, sebelum si adek lahir, kami membangun komunikasi yang cukup intens akan kehadiran adiknya. Kami melibatkan sang kakak dalam segala kegiatan yang menyangkut si adik dalam perut ibu, termasuk juga angan-angan ketika si adik lahir kelak. Saya bahkan sempat bertanya ke sulung tentang perasaannya ketika adiknya lahir, “Apa mas nggak malu?” “Kenapa malu?” Saya jadi bingung ketika harus menjawab pertanyaannya.

Kedua, terus berusaha memberi perhatian dan kasih sayang yang sama pada semua anak. Saat hamil anak kedua, saya sempat khawatir akan terbaginya kasih sayang saya pada anak-anak. Saya membayangkan kasih sayang itu semacam prosentase. Seratus persen kasih sayang ketika anak satu dan akan terbagi menjadi dua ketika adiknya lahir, yaitu menjadi 50%. Namun ketika si tengah lahir, saya sadar, bahwa kasih sayang orang tua bukan nilai prosentase angka. Ketika anak baru satu, kasih sayang mungkin 100, maka saat adiknya lahir, kasih sayang itu akan bertambah menjadi 200. Dan begitu seterusnya. Mungkin ada waktu yang akan terbagi, terutama saat awal-awal kelahiran si adik. Di saat itulah diperlukan komunikasi yang produktif antara orang tua dan anak-anak yang lebih tua untuk mengerti keadaan si bayi yang sangat lemah dan hidupnya sangat tergantung pada mereka.

Ketiga, tidak ada istilah “yang tua harus mengalah”. Seringkali kita dengar orang tua kita dulu mengatakan, “Yang tua itu harusnya yang mengalah,” dalam segala hal. Padahal dalam kenyataannya, tidak semua perselisihan itu dikarenakan si kakak yang sok kuasa karena kedudukannya. Maka dalam kamus kami, tidak ada istilah yang tua yang mengalah, tapi yang salah harus minta maaf, baik itu si adik maupun si kakak, si abah maupun si ibu.

Keempat, sama-sama saling memupuk rasa kasih sayang antar keluarga. Tidak boleh ada istilah saling menjelekkan yang lain di belakang (ngrasani). Yang ada, semua harus saling ringan memuji kelebihan lainnya. Kalaupun ada kritik, sampaikan kritik dengan santun tanpa harus merendahkan.

Kelima, membuat waktu istimewa untuk anak-anak secara bergantian. Saya misalnya akan menggunakan waktu berdua dengan si sulung (yang sulit sekali tidur siang) dengan mengobrol berdua saat kedua adiknya tidur. Dengan begitu, saya merasa tetap hadir sutuhnya untuknya meskipun secara kuantitas, waktu saya banyak teercurah untuk si bungsu yang masih bayi.

Itulah hal-hal yang kami lakukan dalam meminimalisir adanya persaingan antar saudara di rumah kami. Semoga usaha kami ini menjadi benih cinta yang akan terus tumbuh dengan subur dalam rumah kami.

2 thoughts on “Mengantisipasi Sibling Rivarly”

Leave a comment