pernikahan

SEKUFU

Sebelum menikah dulu, saya membayangkan bahwa saya kelak akan menikah dengan orang yang mempunyai minat yang benar-benar sama dengan saya, yakni filsafat dan pemikiran. Bayangan saya saat itu hari-hari saya akan sanagat produktif dengan diskusi, menulis, dan produktif bersama.

Nyatanya, minat saya dan suami ternyata sangat berbeda jauh. Suami saya orang TI sementara saya sangat berminat dengan filsafat. Suami saya sangat teknis sekali, mempelajari hal yang nampak mata, sementara minat saya adalah hal-hal abstrak dan tak nyata. Saya suka menghayal, sementara suami suka hal yang ada di depan mata. Saya idealis sementara suami realistis. Hahahaha.

Apakah saya tidak bahagia dengan pernikahan beda minat ini?

Ternyata kenyataan membuktikan bahwa minat yang berbeda antara suami dan istri tidak ada pengaruhnya terhadap kebahagiaan pernikahan. Meski berbeda minat, banyak hal yang menyatukan kami. Visi dan misi hidup yang sama, profesi kami yang sama, prioritas yang sama, dan tentunya anak yang sama. Semua itu ternyata melebihi minat yang berbeda.

Visi dan misi kami yakni mandiri, lebih baik memberi, mengabdi, keluarga menjadi priority, dan nilai-nilai agama kami jadikan fondasi, menjadikan kami satu. Keluarga, orang tua, adalah prioritas. Dan profesi kami meskipun beda bidang telah menjadi ikatan kami semakin kuat. Pendidik.

Sadar atau tidak, keluarga pendidik seolah tersemat pada kami. Saya dosen, guru TK, dan MI, sementara suami adalah guru SMK dan MI menjadikan kami membentuk diri kami untuk selalu diawasi oleh profesi dalam tindak dan laku kami. Karenanya, kami sering diminta tenaga dan pikiran untuk beberapa hal di masyarakat, seperti suami menjadi sekretaris Ranting NU sementara saya menjadi ketua FORDAF Fatayat.

Hal lain yang menjadikan kami satu adalah kami sama-sama suka belajar. Di era serba daring ini, kami berdua sering bergantian mengikuti diklat online karena bagi kami berdua, semboyan Guru yang berhenti belajar harus berhenti mengajar itu adalah pakem. Kami berdua mempunyai semangat yang sama untuk terus belajar, dan akhirnya impian saya dulu terwujud. Bayangan saya berdiskusi ilmiah dengan suami itu terkabul. Kami berdiskusi tentang kurikulum, HOTS, tentang kurikulum prototype, kurikulum merdeka, dan lainnya.

Satu lagi yang menyatukan kami. Kami berdua suka traveling meski kami belum keluar negeri. Hahahaha. Satu yang pasti, punya uang sekarang, nikmati. Ingin jalan-jalan, jalani. Ketika uang habis, cari lagi. Tapi jangan lupa menabung untuk hari nanti. Itulah makna sekufu bagi kami. s

Turi, 24 Februari 2022

Leave a comment