Jurnal Ibu

Nyala Api Kehidupan

Seminggu ini Faza kami sedikit lebih rewel dari biasanya. Mungkin karena batuk dan pilek yang menjadikannya demikian. Tidak masalah sebenarnya jika saya berada dalam situasi rutin, pagi ke sekolah, pulang, siang ke kampus sampai maghrib, mengajar ngaji di rumah, kemudian tidur.

Masalahnya menjadi agak berbeda karena dua hari ini saya harus mengikuti diklat Auditor Mutu Internal secara daring full sehari, dari jam 08.00 pagi sampai pukul 16.00 sore dan harus on camera serta harus selalu fokus. Sedikit saja meleng, maka pemateri dan fasilitator akan dengan tegas menegur bahkan memberi peringatan tegas. Tidak hanya sampai di situ, kami juga terancam tidak lulus jika sampai nilai post tesnya kurang dari angka 60.

Hari pertama dimulai dengan drama, bangun tidur Faza nangis. Tapi kemudian aman terkendali hingga siang. Pas jam tidur siang dan waktu belum menunjukkan jam istirahat, drama pun dimulai. Saya pun akhirnya meminta ijin untuk leave paling awal dari zoom meeting. Acara berlanjut sampai sore dengan aman.

Hari kedua tidak ada kencala sampai menjelang siang. Penyakitnya memang ada di jam jelang tidur siang di mana Faza masih harus tidur bersama saya. Akhirnya, dengan sedikit paksa, suami mengambil Faza dan diajak berkeliling bersama Mbah buk. Faza baru pulang jelang Asar.

Sekilas, memang anak-anak adalah “penghambat” pengembangan diri, aktualisasi diri, dan karir. Saya sendiri berpikir tidak akan lanjut S3 sebelum Faza berusia SD/MI. Pada diklat ini contoh nyatanya, saya merasa sangat tidak tenang ketika Faza rewel dan lebih tidak tenang lagi jika Faza dipaksa jauh dari saya. Serba susah.

Tapi, untungnya perasaan tersebut tidak pernah saya loloskan untuk berkembang dalam pikiran saya. Saya mungkin emosi sesaat ketika Faza rewel. Tapi lebih banyak saya “mengalah” dengan keadaan. Saya akan mencoba semaksimal mungkin untuk menerima keadaan, menikmatinya keriweuhan yang sedang terjadi saat ini, berkompromi, meski tentu harus merelakan ketidaksempurnaan dalam diri.

Saya akhirnya harus menerima bahwa saya tidak bisa maksimal melakukan penelitian, menjadi dosen dengan perhatian penuh pada tri dharma, juga harus menerima tidak bisa berkarir lebih dari apa yang bisa saya lakukan sekarang.

Tidak iri, tidak pula dendam. Karena saya sadar sepenuhnya apa yang saya jalani saat ini, keriwuhan yang saya hadapi saat ini, ke’gedabrukan’ pagi sebagai makanan sehari-hari saat ini, tidak akan lama. Saya sedang berada pada masa terbawah dari pola U dalam pernikahan di mana usia pernihakan kami sedang berada pada usia anak dengan anak bersekolah.

Meski berada pada posisi paling bawah, saya tidak menikmatinya. Itulah kenapa kami selalu menyempatkan pergi berlima untuk mengimbangi fase-fase terbawah ini hingga tidak ada rasa menderita dalam keluarga.

Anak-anak adalah nyala api kehidupan bagi saya. Itu istilah the Fitri Ariyanti, sosok idola saya. Seriweuh apapun saya saat ini, saya menikmatinya. Sebesar apapun karir, pangkat, kedudukan, atau harta tidak ada bandingannya jika ditukarkan dengan mereka. Merekalah alasan saya bangun pagi dengan semangat meski masih menahan kantuk karena mengerjakan tugas PR diklat hingga tengah malam. Merekalah segalanya.

Turi, 26 Februari 2022

Leave a comment