Catatan Guru, Cerita Ringan

Catatan Akhir Bulan

Hari ini hari Senin, tanggal 28 Februari 2022. Tidak seperti Senin-senin biasanya yang selalu gedabrukan dipagi hari. Senin ini saya merasa sangat bahagia. Tidak ada gedabrukan di pagi hari, jam 6.30 saya sudah selesai mandi, mencuci baju, dan menyiapkan sarapan pagi. Dan saya sudah bisa berada di depan laptop saat ini, di jam 07.00. Ini sungguh situasi langka dalam hidup saya.

Saya ibu tiga anak usia sekolah dasar dan balita yang memilih menjadi ibu bekerja di luar rumah. Pagi hari saya mengajar di TK dan MI hingga pukul 10.00, dan di siang hari saya adalah dosen dan sekretaris prodi di kampus. Kalau pagi hari saya libur di hari Jumat, kalau siang hari saya libur di hari Sabtu-Minggu. Jadi bagi saya tidak ada hari libur sehari full selain di tanggal merah dan cuti bersama.

Seperti hari ini, Hari Senin, tanggal 28 Februari 2022, tanggal merah dalam memperingati Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW. Saya bisa menikmati libur sehari penuh. Libur sehari ini sangat terasa nikmat setelah tiga hari kemarin saya mengikuti diklat dengan tegang dan tanpa jeda. Sekali lagi, sungguh ini adalah hari yang sangat membahagiakan buat saya.

Penutupan Pelatihan AMI

Karena ini tanggal terakhir di bulan Februari, saya harus menuntaskan tulisan ini di pagi hari agar saya lolos dalam Kelas Literasi Ibu Profesional. Tulisan ini adalah tiket terakhir saya untuk bisa masuk di KLIP. Di bulan ini, tiket masuk saya, yakni 10 tulisan berakhir di tulisan ini. Saya harus menyetorkan tulisan ini sebelum puul 18.00 nanti. Karenanya, sengaja saya buat pagi-pagi agar tidak ke’selak’ pekerjaan lain yang terkadang nyelonong saja tanpa salam dan ijin.

Kegiatan Rutin Anak-anak One Day One Book

Mereview kejadian selama sebulan ini, kegiatan utama di kelaurga kami masih tetap sama. Saya memprogramkan membaca satu hari satu buku untuk anak-anak dan saya. Untuk Farras dan Fawwaz aman. Mereka rutin membaca buku dan mencatat bacaannya di jurnal yang sudah dibuat Farras untuk kami.

Jurnal Bacaan buatan Farras

Masalahnya justru di saya. Saya memang selalu baca buku, Cuma bacaan saya random. Sehari baca buku Teori Belajar dan Pembelajaran, besoknya membaca buku Sains dan Agama, esoknya lagi membaca buku Feminisme. Dan bacaan saya yang pasti adalah modul pelatihan AMI. Hahaha.

Bukti kalau saya membaca buku. hahahah

Kemarin Fawwaz bertanya, “Ibu sudah baca buku?”

“Sudah” jawab saya. Saya lalu menyodorkan printout modul pelatihan AMI segebok ke depannya.

“Emang sudah ibu baca semua? Kok ndak percaya aku. Mana buktinya?” Idih… ini anak meremehkan banget kemampuan emaknya membaca. Hahahaha. Saya lalu menunjukkan bukti coretan-coretan saya selama membaca modul pelatihan AMI, matriks IAPS, SNDIKTI, termasuk LED yang dibuat bahan praktik pelaksanaan AMI. Jadi saya yang termasuk orang kuno dalam membaca ini, mencetak semua materi pelatihan sebelum pelatihan dimulai. Ketika pemateri menerangkan materi-materi tersebut, saya bebas mencorat-coret hasil printout tersebut dengan bebas dan itu membuat saya bahagia daripada sekedar membaca materi di laptop saja. Saya juga membuat catatan-catatan kecil yang berupa kata-kata kunci dari materi pelatihan AMI agar saya selalu ingat.

Frame foto jadi tempat menempel catatan kecil saya

“Kenapa sih ibu masih harus belajar, kan ibu sudah jadi dosen?” Tanya Farras, sulung saya.

“Justru karena ibu jadi dosen inilah, ibu harus belajar lagi.” Jawab saya. saya jelaskan kepadanya, menjadi guru atau dosen itu tidak boleh berhenti belajar, berhenti membaca, dan merasa cukup dengan ilmunya. Karena dunia ini terus berkembang. Masalah-masalah di dunia pendidikan ini terus berubah. Jika guru atau dosen berhenti, ia akan tergilas, kuno, dan tentu saja akan ditinggalkan. Guru yang hanya merutuki perubahan hanya akan menjadi benalu, menjadi racul dalam pendidikan.

“Dulu yo…. Guru itu bisa fokus ngajar, fokus ngurus muridnya. Buktinya murid-muridnya banyak yang berhasil. Kok sekarang banyak banget tuntutan menjadi guru. Yang harus bisa computer lah, yang harus mengikuti webinar-webinar lah, yang harus mengikuti pelatihan-pelatihan lah. Kapan ngurus muridnya.”

Pasti sering kan ya mendengar keluhan seperti itu dari beberapa guru-guru senior yang pesimis. Saya biasanya langsung illfeel mendengar keluhan seperti ini. Karena itu sama sekali bukan hal penting untuk dibahas. Yang terpenting saat ini adalah, hadapi perubahan, selalu membuka wawasan, dan optimis serta semangat belajar untuk bisa. Kalau belum apa-apa saja sudah menyerah, tentu saja tidak akan dapat apa-apa selain mengeluh dan mengeluh.

Di sisi lain saya melihat guru senior yang semangat menyongsong perubahan jaman. Dengan tertatih-tatih ‘nutul’ laptop dengan sebelas jari, mengikutizoom meeting meski dengan wifi kantor, terbata-bata ketika berbicara di depan laptop, sungguh mereka adalah luar biasa. Mereka adalah harapan-harapan emas bagi pendidikan di masa depan.

Satu hal yang saya percaya. Bahwa semua yang kita lakukan, semua yang kita pilih di dunia ini akan ada pertanggungjawabannya. Mendapat tunjangan sertifikasi tentu harus diimbangi semangat menyongsong kompetensi yang unggul. Jika tunjangan sertifikasi hanya sekedar dinikmati, mengajar sekedarnya, mengajar semaunya, tidak mau belajar, ingat, semua akan ditanyakan kelak. Pertanyaannya, siapkah kita menjawab semua pertanggung jawaban itu dengan baik?

Turi, 28 Februari 2022

Leave a comment